Selasa, 24 September 2013

MANUSIA DAN SPIRITUALITAS



MANUSIA DAN SPIRITUALITAS

Makalah
Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tasawuf
Dosen Pengampu: Suhadi, M.Si 





                                                                  











Disusun Oleh :
Zainal Abidin               (212156)
Nurul Husna                (212159)
Fakhrul Hidayat                       (212167)
Diyah Ayu F                (212172)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI SYARI’AH/EI
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Tasawuf merupakan ilmu mistik, dapat dipahami  bahwa tasawuf merupakan sebagai kondisi pemahaman yang dapat memungkinkan tersingkapnya realitas mutlak. Pemahaman tersebut bukan berasal dari pengetahuan yang bersifat demonstrative, tetapi ilham yang menyusup kedalam lubuk hati. Karena itu, tasawuf mustahil dapat dijabarkan. Sebab, tasawuf itu berupa kondisi perasaan yang sulit diterangkan kepada orang lain dengan kata-kata biasa.
Tujuan tasawuf sendiri yaitu untuk mencapai keberadaan sedekat mungkin di sisi Allah dengan mengenalNya secara langsung dan tenggelam dalam kemahaesaan-Nya. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang sufi harus menjalani proses dan latihan spiritual yang panjang yaitu tahapan-tahapan kesucian menuju Allah yang disebut maqomat. Tahapan-tahapan ini bersifat spiritual dan tidak hirarki yang melazimkan seseorang menempuhnya secara berurutan. Dengan demikian, seorang sufi yang menempuh tahapan spiritual tujuh, bias saja secara berurutan atau acak. Ketujuh tahapan tersebut antara lain, taubat, wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakal dan rida.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, ada pokok permasalahan yang perlu dibahas, antara lain :
1.      Apa definisi manusia ?
2.      Bagaimana proses terbentuknya manusia ?
3.      Apa definisi dari spiritualitas ?
4.      Apa tingkatan dan metode untuk mencapai spiritualitas ?
5.      Bagaimana hubungan manusia dengan spiritualitas ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Manusia
Dalam pengertian yang sederhana, manusia bias disebut dengan mikrokosmos (alam kecil), sedangkan jika kita bandingkan dengan alam semesta disebut dengan makrokosmos. Manusia dengan alam memiliki keterkaitan karena sama-sama memiliki aspek jasmani dan rohani. Maksud dari aspek rohani yaitu alam arwah, sedangkan aspek jasmani yaitu alam jasad. Dan diantara alam arwah dan alam jasad itu terdapat alam mitsal atau alam barzah yaitu alam yang menjadi perantara. Karena manusia merupakan cerminan dari alam semesta, maka sebagaimana alam semesta mengenal tiga alam yakni alam ruh, mitsal dan jasad, manusia juga mengenal tiga unsur yaitu, ruh, jiwa, dan tubuh.[1]
Sebagai satu kesatuan xyang utuh tersebut, dapat dilihat dari aspek yang berbeda-beda. Pada umumnya diterima adanya perbedaan antara jiwa dan badan sebagaimana tercermin didalam bahasa yang digunakan untuk melukiskan keadaan manusia.
Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniyah lebih-lebih rohaniyahnya .karena kesempurnaanya itulah ,maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhka keahlian yang spesifik .Dan hal itu tidak mungkin dilakukan tanpa melalui studi yang panjang dan hati-hati tentang ”manusia” melalui Al-Qur’an dan sudah tentu dibawah bimbingan dan petunjuk Allah, serta berparadigma kepada proses pertumbuhan dan perkembangan eksistensi yang terdapat pada para Nabi, Rosul dan khususnya Nabi Muhammad SAW.


Secara etimologi istilah manusia didalam Al-Qur’an ada tiga kata yang dipergunakan, yakni :
1.      Insan dan Unas
Kata-kata “insan” diambil dari asal kata “Uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat. Seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT:

ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  

Artinya: “sesungguhnya Kami teleh menciptakan manusia di dalam sebaik-baik bentuk”(At Tiin : 4).[2]
Kesempurnaan manusia itu dapat kita lihat pada asal kata “Ins” berarti seorang manusia, sedangkan “Insan” itu tersirat makna bahwa manusia mempunyai dua unsur kemanusiannya, yaitu aspek lahiriyah dan aspek batiniyah, sedangkan kata-kata Ins dan Unas, hal itu menunjukan makna, bahwa sifat dasar manusia adalah fitri yang terpancar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah,lemah-lembut dan sopan santun serta taat kepada Allah.[3]
2.      Basyar
Kata ini berasal dari makna kulit luar yang dapat dilihat dengan mata kasar, bersifat indah dan cantik. Dan dapat menimbulkan rasa senang, bahagia bagi siapa saja yang melihatnya. Kata Basyar disini menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik) serta persamaanya dengan manusia seluruhnya , seperti firman Allah sebagai berikut:

$tBur $uZù=yèy_ 9Ž|³t6Ï9 `ÏiB šÎ=ö6s% t$ù#ãø9$# ( û'ïÎ*sùr& ¨MÏiB ãNßgsù tbrà$Î#»sƒø:$# ÇÌÍÈ   @ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqyJø9$# 3 Nä.qè=ö7tRur Îhޤ³9$$Î/ ÎŽösƒø:$#ur ZpuZ÷FÏù ( $uZøŠs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÌÎÈ  

Artinya:“kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu ( Muhamad ) maka apabila kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap – tiap yang berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kami kamu dikembalikan ”. (Al-Anbiya : 34-35)[4]
3.      Bani Adam
Arti “Bani Adam” adalah anak adam atau putra adam. Sebagaimana firman Allah SWT, sebagai berikut:
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä Ÿw ãNà6¨Yt^ÏFøÿtƒ ß`»sÜø¤±9$# !$yJx. ylt÷zr& Nä3÷ƒuqt/r& z`ÏiB Ïp¨Zyfø9$# äíÍ\tƒ $yJåk÷]tã $yJåky$t7Ï9 $yJßgtƒÎŽãÏ9 !$yJÍkÌEºuäöqy 3 ¼çm¯RÎ) öNä31ttƒ uqèd ¼çmè=Î6s%ur ô`ÏB ß]øym Ÿw öNåktX÷rts? 3 $¯RÎ) $uZù=yèy_ tûüÏÜ»uФ±9$# uä!$uÏ9÷rr& tûïÏ%©#Ï9 Ÿw tbqãZÏB÷sムÇËÐÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan -syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman”. (Al-A’raaf : 27)[5]



B.     Asal Usul Terbentuknya Manusia
Jika ditinjau dari Alquran, asal usul terbentuknya manusia ada beberapa tahap yaitu:
1.      Nutfah
Yaitu peringkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama. Hanya bermula setelah berlakunya percampuran air mani. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ŽÅÁt/ ÇËÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manausia daripada satu tetes air mani yang bercampur yang Kami (hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (Al-Insan : 2) [6]
Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan Nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada perkataan masyj yang bererti percampuran.
Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air mani perempuan.
Dengan Nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan, tingkah laku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dengan Nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang, sedangkan dari Nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.[7]
2.      Alaqah
Ialah pada ujung minggu pertama atau hari ketujuh. Pada hari yang ketujuh telur yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas itu Kami mengubah Nutfah menjadi Alaqah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ 
Artinya: “kemudian kami mengubah Nutfah menjadi Alaqoh (segumpal darah)”. (Al-Mu’minun : 14)[8]
3.      Mudghah
Ialah Pembentukan Mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat. Perkataan Mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran yaitu surat Al-Hajj ayat 5 dan surat al-Mukminun ayat 14 :
$uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB
Artinya: “lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging”. (Al-Mukminun : 14)[9]
Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi pula mula berdengup. Untuk perkembangan seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu bagi membekalkan oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri.
4.      Izam dan Lahm
Ialah peringkat pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut. Hal ini terjadi pada minggu kelima, keenam, dan ketujuh. Hal ini sesuai firman Allah SWT:

$uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã
Artinya: “lalu segumpal darah itu kami jadikan tualng belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. (Al-Mukminun : 14)[10]
5.      Nasy’ah Khalqan Akhar
Pada peringkat ini yaitu menjelang minggu kelapan , beberapa perubahan lagi berlaku. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke peringkat janin. Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya kuku-kukunya pun mula tumbuh. Pada bulan keempat, pembentukan uri menjadi cukup lengkap menyebabkan baki pranatel bayi dalam kandungan hanya untuk menyempurnakan semua anggota yang sudah wujud. Walaupun perubahan tetap berlaku tetapi  perubahannya hanya pada ukuran bayi sahaja.
6.      Nafkhur-Ruh
Yaitu peringkat peniupan roh. Para ulama Islam menyatakan bila roh ditiupkan ke dalam jasad yang sedang berkembang. Mereka hanya sepakat mengatakan peniupan roh ini berlaku selepas empat puluh hari dan selepas terbentuknya organ-organ tubuh termasuklah organ seks. Nilai kehidupan mereka telah pun bermula sejak di alam rahim lagi. Ketika di alam rahim perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fizikal semata-mata tetapi telah mempunyai hubungan dengan Allah SWT melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah SWT dalam firmannya :
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ  
Artinya: “dan ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ; “ bukankah Aku Tuhanmu ?” mereka menjawab : “betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadisaksi. Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lemah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’raaf : 172)[11]

C.    Definisi Spiritualitas
Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Selain itu kata spiritus dapat mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang dimurnikan. Sehingga spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Diri kita yang sebenarnya adalah roh kita itu. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar tubuh fisik kita, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita. Apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari ?, dan apa pentingnya spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. ?
Spiritualitas seorang manusia sangatlah berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya. Dapat diambil contoh, jika seorang manusia yang taat dalam menjalankan perintah agama dan tebal keimanannya. Maka akan berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya dia akan lebih bertutur kata yang lembut dalam ucapannya dan tidak akan sekalipun meninggalkan kewajibannya sebagai umat beragama. Besar sekali manfaat yang dapat kita peroleh jika Spiritualitas dapat kita sandingkan dengan kehidupan sehari-hari, niscahya akan terbentuk pribadi-pribadi yang unggul.[12]

D.    Tingkatan dan Metode untuk Mencapai Spiritual
Dibawah ini bisikan hati baru akan terdorong untuk memutuskan dan memilih sesuatu, atau yang lainnya, dan tidak mengerti, mengapa banyak sekali orang dalam perjalanan hidup ini terpanggil oleh pengetahuan perjalanan spiritual.
Berserah diri secara total merupakan perangkat yang diperlukan dalam perjalanan mencapai spiritual. Karena tidak mudah untuk meninggalkan kesenangan duniawi, dan hanya untuk mencari kesenangan ukhrawi saja, namun ia harus berusaha secara perlahan-lahan dan konsisten untuk bisa memutuskan diri dari keduniawian.
Ada satu tahapan yang berkaitan dengan perjalanan spiritual tersebut adalah bermeditasi atau kontemplasi (muraqabah). Tahap ini penting guna bisa melakukan perenungan dimana pun, dari tahap awal hingga akhir. Meditasi  secara total dapat menyingkap ‘selubung’ yang akan terbuka sampai akhir. Kemudian akan tampak bahwa cinta itu membawanya ke dalam penuh kemuliaan dan suara hati yang memberinya petunjuk kepada Allah.[13]
Pengalaman-pengalaman spiritual termasuk dalam ilmu hudhuri, yaitu ilmu yang diperoleh tanpa melalui media dan perantara. Dalam pencapaian spiritual, dibutuhkan tingkatan-tingkatan yang harus dicapai.
Pertama, Maqamat dan Ahwaal. Maqamat adalah jenjang-jenjang atau tahapan-tahapan spiritual. Ahwal atau hal-hal adalah keadaan spiritual yang dialami pesuluk.
Kedua, Maaqam Yaqadzah( sadar atau terjaga dari kelengahan spiritual) Dia sadar bahwa dia itu diciptakan oleh Allah, bahwa dia disini untuk menyembah Allah.
Jadi tahap pertama, yaqadzah artinya seorang pesuluk harus belajar menyadari dan belajar mengetahui betapa banyaknya karunia Allah SWT. betapa banyaknya kebaikan Allah Ta’ala yang diberikan kepada kita.
Kedua, untuk sampai ke maqaam yaqadzah adalah mempelajari dosa-dosa, mempelajari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan menyadari tentang bahaya dari dosa.[14]
Sementara itu agar mampu melangkah pada alam spiritual ini, seorang pengembara spiritual (salik) perlu memilih beberapa orang saleh sebagai guru (pembimbing spiritualnya). Guru harus melepaskan diri dari nafsu dan mencapai tingkat, selalu mengingat Allah. Ia hendaknya sadar penuh atas segala hal berkaitan dengan kemajuan atau kemunduranpengembara spiritual dan hendaknya mampu memberikan latihan dan bimbingan kepada pengembara spiritual lain. Selain itu, mengingat dan banyak menyebut Allah (dzikir) serta berdo’a kepadaNya dengan penuh kerendahan hati juga perlu dilakukan pengembara spiritual. Disamping itu, agar mampu menjalankan semua tingkat (maqam) di jalan spiritual wajib baginya untuk mematuhi aturan-aturan tertentu:
1.   Ketetapan hati
Segera  setelah pengembara spiritual memulai latihan spiritualnya, ia diuji untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan. Ia dikritik oleh teman dan sahabat yang tertarik hanya pada hasrat nafsu dan adat sosial yang ada.
2.   Kontinuitas (dawan)
Dengan cara praktik terus menerus, pengembara spiritual  hendaknya menanamkan dalam pikirannya satu figur abstrak atas setiap amal ibadah yang ia laksanakan, sehingga praktiknya akan menjadi satu kebiasaan yang permanen.
3.   Mematuhi aturan ibadah
Ketika melakukan amal wajib manusia mengharap ridha Allah dan ketika memahami diri dari perbuatan yang dilarang, manusia berharap keterbatasannya yang ia ingin melampauinya. Ibadah disini berarti berhati-hati agar tidak melampaui batas diri dan melakukan sesuatu yang tidak konsisten dengan syarat-syarat pengabdian diri kepada Allah.
4.   Niat
Pengembara spiritual hendaknya memusatkan pikiran dan niat, dan semua hendaknya hanya demi  Allah semata.
5.   Senantiasa bersih
Selalu suci secara ritual dan tetap melaksanakan penyucian besar (mandi besar) pada hari jum’at dan semua kesempatan lain dimana hal tersebut dianjurkan.[15]

E.     Hubungan Manusia Dengan Spiritualitas
Sangat erat kaitannya antara manusia dengan spiritualitas karena pada dasarnya manusia diciptakan untuk menyembah kepada Allah. Oleh sebab itu untuk bisa mencapai arti hubungan manusia dan spiritualitas kita harus mampu menggabungkan atau menyatukan diri kita dengan spiritualitas. Dengan cara kita melaksanakan perintahnya dan menjauhi laranganya. Dan apabila kita sudah mampu melakukanya, maka kita mencapai spiritualisme Islam. Yakni :
1.      Memahami dan merasakan keagungan Allah
Memahami itu dengan akal dan merasakan itu dengan hati. Akal dan hati menyatu di dalam makrifat. Akibatnya diri merasa amat kecil dihadapan yang maha agung. Orang yang cerdas secar spiritualitas adalah orang yang mampu menangkap sinyal keagungan Allah dan mampu merasakan kedhasyatan sifat-sifat-Nya.



2.      Memahami dan merasakan keindahan Illahi
Orang yang cerdas secara spiritual juga mampu merasakan keindahan illahi. Segala sesuatu terlihat indah tak ada kecantikan selain kecantikan Allah.
3.      Larut dalam aturan-aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah
Setelah keagungan dan keindhan Illahi didapatkan, maka sang penapak jalan spiritual kemudian terluka mata hatinya, terdengar suara hati nuraninya menyentuh langit- langit jiwanya.
4.      Mencapai cinta Illahi
Akhirnya yang ingin didapatkan oleh orang yang mencapai jalan spiritual adalah cinta Allah.[16]
Walaupun sebagian besar orang telah merasa puas dengan pekerjaan dan penghasilan yang mereka dapat, dan sedikit sekali memberikan perhatian kepada persoalan spiritualitas, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang mempunyai keinginan dalam dirinya untuk mengetahui dan mengenal tentang kebenaran yang hakiki. Dorongan hati yang tersembunyi  itu bisa saja tidak terlalu menonjol dalam diri seseorang sehingga tidak terlihat di permukaan, tetapi konsepsi spiritual tersebut bisa saja sewaktu-waktu bangkit.
Anggapan tersebut memberikan pedoman dasar yang yang berkaitan dengan dorongan pengetahuan spiritual sufistik yang menggambarkan orang-orang salih minat pada persepsi tentang alam baqa, dan menumbuhkan cinta Allah dalam hati mereka. Tarikan yang dirasakan dari dorongan kuat ini, membuat mereka melupakan segalanya, dan memberikan pengaruh dalam hati mereka.  Tarikan tersebut juga merupakan dasar agama yang melahirkan keimanan kepada Allah. Tidak dapat dikatakan menjadi sebuah kesadaran spiritual yang baik, bila keberimanannya tersebut disebabkan pada pengharapannya untuk mendapatkan pujian atau karena ketakutan pada hukuman-Nya semata, bukan karena alasan apapun yang melatarbelakanginya.[17]

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
           Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniyah lebih-lebih rohaniyahnya .karena kesempurnaanya itulah ,maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhka keahlian yang spesifik .
Jika ditinjau dari Alquran, asal usul terbentuknya manusia ada beberapa tahap yaitu:
1.      Nutfah
2.      Alaqah
3.      Mudghah
4.      Izam dan Lahm
5.      Nasy’ah Khalqan Akhar
6.      Nafkhur-Ruh
spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Diri kita yang sebenarnya adalah roh kita itu. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar tubuh fisik kita, termasuk pikiran.
Dalam pencapaian spiritual, dibutuhkan tingkatan-tingkatan yang harus dicapai: Pertama, Maqamat dan Ahwaal. Maqamat adalah jenjang-jenjang atau tahapan-tahapan spiritual. Ahwal atau hal-hal adalah keadaan spiritual yang dialami pesuluk. Kedua, Maaqam Yaqadzah( sadar atau terjaga dari kelengahan spiritual) Dia sadar bahwa dia itu diciptakan oleh Allah, bahwa dia disini untuk menyembah Allah.
Sangat erat kaitannya antara manusia dengan spiritualitas karena pada dasarnya manusia diciptakan untuk menyembah kepada Allah. Oleh sebab itu untuk bisa mencapai arti hubungan manusia dan spiritualitas kita harus mampu menggabungkan atau menyatukan diri kita dengan spiritualitas. Dengan cara kita melaksanakan perintahnya dan menjauhi laranganya. Dan apabila kita sudah mampu melakukanya, maka kita mencapai spiritualisme Islam.
B. Kata Penutup
            Alhamdulillah, penulisan makalah ini terselesaikan dan tersusun secara sistematik. Tetapi penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena mengingat keterbatasan pengetahuan dari penulis. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Amin
           
















DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Komaruddin. 2002. Menyinari Relung-relung Ruhani. Jakarta: IIMAN.
Laila Izzah. Proses Terjadinya Manusia Menurut Alquran. http://lailizah.tripod.com/proses_kejadian_manusia_menurut_al-Quran.htm diakses 20 September 2013.
Ma’rufin Noor. 2009. Epistimologi Ilmu Khuduri dalam Perspektif Tasawuf. Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta.
Maulidan Razib Kani, Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari, http://curanblog.blogspot.com/2012/05/spiritualitas-dalam-kehidupan-sehari.html, diakses, 20 September 2013
S.H, Prof. R.H.A. Soenarjo. 1971. Alquran dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penerjemahan Alqur’an.
Syaikhun            Najib. Manusia dan Spiritualitas. http://blog.djarumbeasiswaplus.org/soikhurojib/?p=171 diakses 20 September 2013.
Tabataba’I, Allamah husayn, dkk. 2005. Perjalanan Rohani Para Kekasih Allah. Depok : Inisiasi Press.












[1] Komaruddin Hidayat, Menyinari Relung-relung Ruhani. (Jakarta: IIMAN, 2002), hal. 26.
[2] Prof. R.H.A. Soenarjo S.H,  Alquran dan Terjemahannya. (Jakarta: Yayasan penyelenggara penerjemahan Alqur’an, 1971), hal. 1076.
[3] Syaikhun Najib. Manusia dan Spiritualitas. http://blog.djarumbeasiswaplus.org/soikhurojib/?p=171 diakses 20 November 2009.
[4] Prof. R.H.A. Soenarjo S.H, Op. Cit, hal. 499.
[5] Ibid, hal. 224.
[6] Ibid, hal. 1003.
[7] Laila Izzah. Proses Terjadinya Manusia Menurut Alquran. http://lailizah.tripod.com/proses_kejadian_manusia_menurut_al-Quran.htm, diakses, 20 September 2013
[8] Prof. R.H.A. Soenarjo S.H, Op. Cit, hal. 526.
[9] Ibid, hal. 526.
[10] Ibid, hal. 526.
[11] Ibid, hal. 250.
[12] Razib Kani Maulidan, Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari, http://curanblog.blogspot.com/2012/05/spiritualitas-dalam-kehidupan-sehari.html, diakses, 20 September 2013.
[13] Allamah Husayn Tabataba’i,dkk, Perjalanan Rohani Para Kekasih Allah. (Depok : Inisiasi Press, 2005), hal. 35-37.
[14] Noor Ma’rufin, Epistimologi Ilmu Khuduri dalam Perspektif Tasawuf, (Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta, 2009), hal. 248-254.
[15] Allamah Husayn Tabataba’i,dkk, Op, Cit. hal. 79-89.
[16] Syaikhun Najib. Manusia dan Spiritualitas. http://blog.djarumbeasiswaplus.org/soikhurojib/?p=171 diakses 20 November 2009.
[17] Allamah Husayn Tabataba’i,dkk, Op, Cit. hal. 1-2.